[Misteri] Lukisan yang Selalu Berpindah Tempat
Silakan melihat dengan seksama lukisan di atas…..
Apakah ada yang aneh dalam lukisan tersebut? Tentu
saja kita akan memberikan penilaian yang beragam. Mulai dari tarikan
garisnya, warna dan perpaduannya, irama dan harmoninya, komposisinya,
serta objek keseluruhannya, membuat sebuah persepsi yang berbeda-beda.
Lukisan (ukuran 100 X 75 cm2) cat minyak di atas kanvas ini saya buat
pada tahun 1996 dan saya beri nama “Penari Legong”. Sejak tahun itu pula
lukisan ini saya pajang di sebuah sanggar seni rupa di kampus, dengan
berbagai cerita ataupun hal-hal aneh yang “menimpa” lukisan tersebut.
Keanehan yang pertama, adalah pada saat
saya ikut pameran “keroyokan” di LIA (Lembaga Indonesia Amerika) Jl.
Pramuka, Jakarta Timur. Dua minggu sebelum pameran saya pesan bingkai
untuk lukisan ini, namun tidak tahu kenapa ternyata bingkainya terlalu
kecil, sehingga lukisan dan bingkai tidak bisa dipadukan sebagaimana
mestinya. Terpaksa bingkai tetap saya pasang dengan cara menumpang di
atas lukisan (sekedar untuk pameran saja). Selesai pameran saya
kembalikan bingkai tersebut agar diganti dengan yang baru (saya sertakan
selembar kertas berisi catatan ukuran). Namun apa yang terjadi, setelah
sampai sanggar ternyata bingkainya tidak mau dipasang karena terlalu
besar 1 cm di setiap sisinya. Pertama terlalu kecil dan yang kedua
kebesaran. Akhirnya saya biarkan lukisan saya “telanjang” tanpa bingkai.
Sampai sekarang bingkai ini masih berada di rumah saya, karena tidak
ada spanram (kayu tampat menempelnya kanvas) yang ukurannya cocok.
Keanehan yang kedua adalah setiap saya
mampir ke sanggar, saya selalu mendapati lukisan ini berada di pojok
ruangan dalam posisi terbalik, yaitu bagian mukanya menghadap ke tembok.
Tentu saja saya tidak membiarkan dan selanjutnya saya pasang kembali di
tempatnya semula. Namun kejadian ini berulang dan berulang lagi,
sehingga terpaksa saya menanyakan pada salah seorang yang tinggal di
sanggar tersebut.
Sebut saja namanya Alim, menjelaskan bahwa lukisan
tersebut sengaja diletakkan terbalik di bawah, karena sering terjadi
hal-hal aneh yang berasal dari lukisan ini.
“Ah .., apa iya begitu?” tanya saya.
Alim menjelaskan bahwa pada suatu malam, salah satu
mahasiswa, sebut saja Lahar, melihat lukisan ini bergerak-gerak dan
dari lukisan tersebut, muncul seorang nenek-nenek turun ke lantai dan
menari di depannnya. Kisah yang lain juga dialami oleh mahasiswa yang
bernama Hilton, melihat hal yang sama persis seperti yang dialami
temannya.
“Ah .., apa iya ada yang begitu?” pikir saya.
Untuk mencari kebenaran misteri tersebut, saya
langsung menghubungi mahasiswa yang bernama Lahar dan menanyakan
kebenaran cerita tersebut. Jawabnya ternyata sama dengan apa yang telah
diceritakan oleh Alim, namun apa yang dilihat sebenarnya antara sadar
dan tidak sadar (bermimpi tapi kelihatan sangat nyata). Begitu pula saat
saya tanyakan pada Hilton, jawabannya sama.
Saya katakan pada mereka bahwa hal ini sangat
mengada-ada dan perlu dibuktikan kebenarannya secara empiris. Malam
harinya, lukisan saya pasang kembali di tempatnya semula. Dengan sangat
terpaksa akhirnya saya nginep dengan harapan bisa “ikut
berbagi” pengalaman misteri tersebut. Pagi harinya saya bangun tanpa
mengalami hal-hal yang aneh sedikitpun. Sebelum pulang saya berpesan
agar lukisan tetap terpasang di tempatnya dan jangan diganggu
keberadaannya.
Sejak saat itu, Hilton tidak mau lagi tidur di
sanggar. Entah siapa lagi yang tega berbuat, setiap saya ke sanggar,
lukisan selalu berada di pojok ruangan dalam posisi terbalik. Bahkan
saking lamanya saya tidak ke sanggar, tahu-tahu lukisan sudah “pindah”
ke gudang. Tidak ada yang mengaku siapa yang meletakkannya di sana.
***
Akhir tahun 2002, secara tidak sengaja saya melihat
lukisan “Penari Legong” ini sedang dibahas habis dalam acara “Percaya
Nggak Percaya” yang ditayangkan stasiun televisi ANTV. Tentu saja
pembahasannya dibuat dengan berbagai bumbu misteri, yang seolah-olah
lukisan saya memang ada “isinya”. Tahu sendiri bagaimana lebay-nya
narasi dan komentar yang disuguhkan pada acara-acara semacam ini
(hantu, misteri, dan sejenisnya). Tidak ada apa-apa dibilang ada
penampakan. Biar tambah seram, ditambah dengan ilustrasi back sound yang mencekam.
Wawancaranya dengan mahasiswa dan tokoh spiritual (host bawaan acara Percaya Nggak Percaya) menjadikan lukisan saya menyeramkan dan menakutkan. Lebih hiperbola-nya
lagi, setiap orang yang melihat lukisan ini mengatakan bahwa matanya
menyeramkan dan bahkan ada yang bilang kalau bola matanya sempat
bergerak ke arah kiri.
***
Untuk menyelamatkan kredibilitas lukisan saya,
terpaksa saya pindahkan ke ruang guru di tempat saya mengajar. Senangnya
bisa sering memandang lukisan yang saya buat hampir memakan waktu tiga
(3) bulan. Ada rasa kangen dan tidak tahu mengapa saya benar-benar
begitu dekatnya dengan sebuah lukisan. Ketika mau mengajar, saya
sempatkan memandang dengan senyum. Begitu pula ketika memasuki ruang
guru, pertama kali yang saya lihat adalah lukisan itu. Dan inilah sebuah
awal (lagi) dari keanehan yang ketiga.
Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak.
Lukisan saya “difitnah” telah menakut-nakuti seorang guru yang kebetulan
datang paling pagi. Menurut cerita beberapa orang pramubhakti (cleaning service),
pagi itu pak Muamar (bukan nama sebenarnya) masuk ke ruang guru dan
langsung menyalakan komputer. Tiba-tiba terdengar suara berderit
berkali-kali dari arah belakangnya, sontak ia menengok dan (katanya)
melihat lukisan Penari Legong sedang bergerak bagian kanan dan kirinya
bergantian maju dan mundur. Tanpa melihat lebih jauh lagi, dengan segala
kekuatannya sembari menabrak beberap kursi, pak Muamar langsung lari
terbirit-birit sampai ketemu dengan salah seorang pramubhakti.
Waktu sore beberapa minggu kemudian, saya hampir
ditabrak oleh mas Rudy (salah seorang pramubhakti) yang lari
sekencang-kencangnya dari arah ruang guru. Pada saat sedang menyapu,
katanya ia melihat lukisan Penari Legong sedang bergerak beradu dengan
tembok yang menimbulkan suara berderit. Mas Rudy menolak kembali ke
ruang guru meskipun saya menawarkan diri untuk menemani.
Tentu saja tembok ruang guru juga “bertelinga”.
Paginya jadi berita yang ramai dan dengan terpaksa saya memindahkan
lukisan saya di depan ruang piket, dengan harapan seandainya lukisan ini
“berani macam-macam” maka akan terlihat oleh banyak orang. Kebetulan
ruang piket berada di koridor utama, setelah pintu masuk sekolah. Alasan
saya yaitu, sampai sekarang saya tetap yakin bahwa hal-hal misteri atau
semacam hantu itu selalu dilihat oleh satu orang, dan tidak pernah
dilihat oleh banyak orang. Dan saya sering juga memberi pengertian ini
kepada anak-anak saya, bahkan beberapa orang lain, karena satu orang
yang melihat hantu adalah ……. seorang pembohong! (mohon maaf jika di
antara yang pembaca ada yang yakin pernah melihat hantu).
Benar dugaan saya. Selama berada di koridor utama
hampir satu tahun, tidak lagi terdengar “gosip yang tak sedap” mengenai
lukisan saya.
***
Sekali lagi, lukisan saya harus pindah karena
“tempat bersemayamnya” akan dipakai untuk menaruh sebuah kanvas baru
yang berisi tentang “Janji Siswa” dan pembubuhan tanda tangan
masing-masing ketua angkatan. Atas “pengusiran paksa” inilah, menjadikan
sebuah cerita tentang keanehan yang keempat.
Bingung mau menaruh di mana lukisan saya.
Sepertinya sudah tidak ada lagi tempat untuk menggantungnya. Lagi
memikirkan nasib lukisan saya, tiba-tiba ada seorang Kepala Bagian
Perlengkapan meminta supaya lukisan Penari Legong dipasang saja di
ruangannya. Ini yang namanya pucuk dicinta ulampun tiba. Tanpa basi-basi lagi, langsung saya bawa menuju ruang perlengkapan dan saya pasang dengan bantuan seorang tukang sekolah.
Entah ada apa dengan lukisan ini, tanpa sebab-sebab
yang jelas, ternyata lukisan saya telah berpindah lagi di gudang
sekolah. Menurut bagian gudang sebenarnya lukisan sudah berada di gudang
hampir dua bulan. Tentu saja saya berang dan sempat curhat sama Kepala
Bagian Administrasi Umum.
“Kenapa waktu memintanya baik-baik…., kok enak saja ditaruh di gudang tanpa memberi tahu terlebih dahulu?”
Lukisan memang terlihat kusam dan berdebu. Saat itu
juga langsung saya bersihkan menggunakan air dan sabun. Wow ..!
terlihat seperti baru lagi lukisan kesayangan saya. Tak ada hitungan
menit, Kepala Bagian Administrasi langsung “meminang” lukisan Penari
Legong agar ditaruh di ruangannya, katanya lukisannya bagus banget.
Tentu saja saya minta dulu keseriusannya, jangan-jangan nanti dibuang
ke gudang lagi. Setelah terjadi kesepakatan, lukisan berpindah lagi di
dalam ruangan baru.
Apakah kali ini bisa bertahan lama? Tentu saja
jawabannya sudah kita ketahui bersama. Beberapa bulan selanjutnya, saya
melihat seorang pramubhakti sedang membawa lukisan saya ke arah gudang.
Kontan saja saya mengejarnya dan menanyakan maksud membawa lukisan saya.
Benar dugaan kita semua! Menurut cerita, lukisan saya sempat mengganggu
konsentrasi karyawan dalam bekerja. Mereka sepakat agar lukisan
dipindah saja ke gudang. Sekali lagi! Keputusan ini tanpa sepengetahuan
saya.
Sakit hati saya. Dulu sudah sepakat ketika meminta
lukisan untuk dipasang di ruangannya dan berjanji tidak akan memindahkan
ke gudang. Tapi ketika saya protes mengutarakan maksud saya, hanya
dibalas dengan senyum dan mimik perasaan malu dan bersalah tanpa sepatah
katapun.
Barangkali memang sudah menjadi “nasib” lukisan
saya yang harus berpindah, berpindah, dan berpindah lagi. Kebetulan
ruangan saya sudah jadi beberapa minggu yang lalu. Dan lukisan ini
memang berjodoh dengan saya.
Sekarang sudah hampir tujuh (7) tahun lukisan
Penari Legong berada di ruangan saya tanpa ada kisah dan “gosip” yang
aneh-aneh lagi.
sumber:http://media.kompasiana.com/new-media/2012/03/28/misteri-lukisan-yang-selalu-berpindah-tempat-445747.htm
0 komentar:
Posting Komentar